Siapa sangka dari lapak 3×3 meter dan modal 3 juta rupiah, Rangga Umara bisa membangun bisnis kuliner yang memiliki lebih dari 100 cabang dan bahkan merambah Malaysia? Kisahnya bukan hanya soal bisnis, tapi tentang mimpi, langkah kecil, dan kekuatan komunitas.
Tahun 2006 adalah pertama kali Rangga Umara memulai langkah kecilnya. Kala itu ia masih bekerja di stasiun radio di Bandung. Suatu hari, ia melihat rumah makan ayam bakar baru di depan kantornya yang langsung ramai oleh pengunjung.
Didorong oleh rasa penasaran, Rangga mengulik bagaimana warung ayam bakar itu begitu populer dalam sekejap. Penelusuran ini membawanya pada pertemuan dengan pemilik rumah makan, Puspo Wardoyo. Dari sana, ia mengetahui kisah awal mula bisnis ayam bakar yang ternyata dimulai dari warung kaki lima di Medan sebelum berhasil membuka cabangnya di seluruh Indonesia.
Terinspirasi dari kisah Puspo Wardoyo, kali itu pertama kalinya Rangga Umara bermimpi untuk membuka bisnis kulinernya sendiri. Ia rutin menuliskan mimpi-mimpinya dalam sebuah buku kecil yang ia sebut sebagai “Dream Book.” Isinya adalah setiap keinginan dan harapan yang ia miliki dalam hidup.
Dengan modal 3 juta rupiah, ia menyewa tempat 3×3 meter seharga 250 ribu rupiah per bulan. Dari sepetak warung sederhana di bilangan Pondok Kelapa, Jakarta Timur tersebut, lahirlah Pecel Lele Lela.
Baru memulai bisnis, tetapi target Rangga tak main-main: ia memiliki tujuan dalam satu tahun mampu membuka 10 cabang dan dalam lima tahun membuka 100 cabang di seluruh Indonesia.
Filosofinya sederhana tapi kuat: “Kalau ada kesempatan, mulai aja dulu,” seperti pesan dari almarhum Bob Sadino yang jadi inspirasinya.
Perjalanan bisnis tidak selalu mulus. Rangga sempat terusir dari rumah saat awal merintis bisnis ini. Akan tetapi, ia tidak suka mengenang kegagalan maupun kesuksesan terlalu lama. Kegagalan baginya hanya sebuah siklus yang sementara yang nantinya akan hadir bergiliran dengan kesuksesan.
“Buat saya, yang namanya gagal itu kalau kita berhenti mencoba. Kalau kita terus mencoba, pada akhirnya kita akan sampai pada tujuan. Kesuksesan hanyalah akumulasi dari kegagalan yang terus kita hadapi,” ungkapnya dalam dokumenter YouTube bersama Sekali Seumur Hidup.
Dari diskusi bersama coach bisnis ternama Indonesia, Tom McIfle, Rangga menemukan bahwa untuk mewujudkan bisnis yang berhasil kita memerlukan “blueprint”. Blueprint adalah tujuan atau rancangan ke mana arah bisnis akan berkembang. Hal ini menjadi penting agar setiap langkah yang kita ambil akan jelas dan terarah.
“Saya mungkin mulai bisnis dari 3 juta saja, tapi saya punya blueprint. Saya punya tujuan setahun 10 cabang, 5 tahun 100 cabang, jadi saya tahu harus berbuat seperti apa. Kita harus berani berkhayal. Bisnis sukses yang kita lihat hari ini mulanya juga khayalan. Tapi, menghayal saja tidak cukup. Harus berani melangkah, sekecil apapun.” jelas Rangga penuh semangat.
Dari pengalaman jatuh bangun itu, lahirlah Kuliner Mastery—sebuah komunitas pelaku bisnis kuliner yang kini memiliki lebih dari 2.400 member di seluruh Indonesia.
Komunitas ini hadir sebagai teman seperjalanan untuk pelaku bisnis kuliner Indonesia, karena menurut Rangga, “Perjalanan bisnis kuliner itu panjang dan sepi. Kalau sendirian, rasanya seperti uji nyali, seram dan sendirian,” jelasnya.
Berbagai cerita sukses pun lahir dari komunitas ini. Rozak, misalnya, dari yang awalnya hanya memiliki 5 karyawan kini memiliki 80 karyawan dan 3 cabang rumah makan setelah bergabung dengan Kuliner Mastery.
Ada pula Pegi, pemilik Pawon Sambal Kenthir. Setelah sempat ragu berkali-kali untuk membuka bisnis kulinernya, Pegi akhirnya memberanikan diri untuk memulai langkahnya setelah diyakinkan oleh Rangga Umara dan member Kuliner Mastery lainnya.
Belum habis ragunya, ketika H-1 Grand Opening, seketika seluruh karyawannya memutuskan untuk resign mengikuti jejak manajer restoran yang keluar dari restoran. Akan tetapi, berkat dukungan Rangga Umara dan komunitas, ia tetap melaksanakan Grand Opening tersebut. Member Kuliner Mastery secara solid mengirimkan bantuan pinjaman karyawan bahkan turun tangan secara langsung langsung untuk membantu Pegi dalam acara Grand Opening-nya.
Komunitas ini, bagi Rangga, adalah ruang untuk tumbuh dan menginspirasi satu sama lain. Bukan sekadar tempat bertanya, tapi tempat berbagi solusi nyata.
“Rezeki itu nggak akan tertukar. Yang penting kita punya tujuan masing-masing. Justru dengan berbagi, kita tumbuh bareng. Siapa teman seperjalanan kita hari ini akan menentukan kita ada di mana lima tahun lagi.” jelasnya.
Itulah mengapa Rangga terus membuka diri, belajar dari mereka yang lebih hebat, dan berbagi kepada mereka yang baru melangkah. Karena dalam hidup, kita semua sedang dalam perjalanan. Dan perjalanan itu akan lebih ringan jika dijalani bersama.
Kesuksesan Lele Lela tidak berhenti di Indonesia. Suatu hari, rombongan golfer dari Malaysia mencoba Lele Lela di salah satu cabang di Mangga Besar. Tak disangka, rombongan ini menyukai produk Lele Lela dan menawarkan pembukaan cabang di negeri jiran.
Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Berkat kesempatan tersebut, kini Lele Lela telah memiliki 6 cabang di Malaysia. Salah satu cabangnya bahkan diresmikan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia. Ini menjadi bukti bahwa kuliner Indonesia punya potensi untuk mendunia, meskipun sekadar “pecel lele” yang seringkali dianggap sebagai makanan kaki lima.
“Dulu waktu saya bilang mau bawa pecel lele ke dunia, orang ketawa. Sekarang? Tawaran buka di Mekah, Jeddah, Thailand, sampai Vietnam udah mulai berdatangan. Kayaknya jalan ke internasional mulai kelihatan,” ungkapnya.
Perjalanan bisnis yang naik turun Rangga lihat sebagai tantangan. Tantangan terasa sulit hanya karena kita tidak terbiasa dan tidak tahu cara menghadapinya, kuncinya adalah terus menghadapi tantangan yang datang. Bagi Rangga, sukses adalah tentang komitmen, bukan sekadar passion. Suka tidak suka, kita tetap harus menjalaninya.
Kegigihan Rangga Umara ini membawanya menjadi salah satu dari 11 Tokoh Inspirator Indonesia oleh Beritasatu bersama tokoh inspiratif lainnya. Dari Dream Book ke Dunia, Rangga Umara menunjukkan bahwa mimpi besar bisa dimulai dari langkah kecil. Yang penting: mulai dulu, sisanya kita lewati bersama.
Artikel ini juga tayang di vritimes